Judul: Seribu Kunang-Kunang di Manhattan
Pengarang: Umar Kayam
Penerbit: Pojok Cerpen
Ulasan Buku: Seribu Kunang-Kunang di Manhattan – Beberapa waktu ini, aku sedang tertarik membaca buku-buku klasik karya sastrawan Indonesia. Salah satunya, karya dari Umar Kayam.
Awalnya, aku sama sekali tidak mengenal siapa itu Umar Kayam, apalagi karya-karyanya.
Namun beberapa bulan lalu, tiba-tiba lewat sebuah unggahan mengenai karya sastra Indonesia terbaik, yang setidaknya harus dibaca sekali seumur hidup.
Salah satu yang tertera di sana adalah Seribu Kunang-Kunang di Manhattan (SKKDM) karya Umar Kayam.
Karena unggahan tersebut, jadilah aku memutuskan untuk membawa pulang SKKDM dari toko buku ke rumah, hehe.
Secara garis besar, enam cerpen yang ada di SKKDM menceritakan realita kehidupan di Amerika, tepatnya di kota New York dan sekitarnya.
Bisa dibilang buku ini membuatku semakin tertarik untuk mengenal Umar Kayam dan karya-karyanya yang lain.
Kalau kamu juga penasaran, simak ulasan ini sampai selesai, ya! ^^
Baca juga: Ulasan: Kumpulan Cerita Rakyat Jepang – Dian Nita Utami
Highlights bacaan
1. Deskripsi apik kota New York
Setelah membaca enam cerpen awal SKKDM, aku mendapat gambaran kalau Umar Kayam memang piawai dalam menggambarkan suasana yang ada di New York.
Bayangkan saja, New York berada berapa ratus kilometer dari Indonesia. Namun, melalui buku ini aku seolah merasa seperti sedang berada di New York.
Hal ini tidak lain karena luasnya pengetahuan Umar Kayam, sehingga kita, para pembaca dapat ikut terlarut dalam suasana yang tergambarkan.
2. Gaya Penulisan yang Khas
“Umar Kayam adalah seorang penulis sekaligus pendongeng yang mampu menjadikan pembaca sebagai teman bicara.”
Catatan Ulas SKKDM
Di atas merupakan kalimat yang sangat menjelaskan perasaanku ketika membaca buku ini.
Karena ketika membaca, rasanya aku seolah-olah sedang diajak bercakap-cakap bersama Umar Kayam.
Alasannya apalagi kalau bukan karena SKKDM mampu seolah-olah mengajak pembaca ikut masuk ke dalam cerita melalui dialog-dialognya.
Semua karakternya terasa hidup dan kita sebagai pembaca, seperti melihat semua kejadian di depan mata.
Kemudian kalian juga jangan heran kalau nanti bertemu dengan banyak kalimat yang penuh dengan makna tersembunyi.
Karena di dalam SKKDM memang ada banyak kalimat-kalimat unik yang maknanya dalam, dan tidak bisa dipahami hanya dengan sekali baca.
Bahkan aku sendiri harus baca lebih dari dua kali supaya benar-benar paham.
Baca juga: Ulasan: Senyum Karyamin – Dian Nita Utami
3. Banyak Menyelipkan Unsur Sosial dan Budaya
Salah satu cerpen yang menyajikan kedua unsur tersebut adalah, “Seribu Kunang-Kunang di Manhattan.”
Pada cerpen tersebut, terdapat sepasang kekasih yang memiliki asal negara berbeda.
Sang pria, Marno, berasal dari Jawa. Dan si wanita, Jane, berasal dari Amerika.
Karena adanya perbedaan besar tersebut, mereka berdua memiliki cara pandang yang sangat unik.
Marno memiliki perangai pendiam dan penurut, “khas” orang Jawa. Sedangkan Jane, yang notabenenya orang Amerika, memiliki perangai yang blak-blakan.
4. Kalimat Tidak Sesuai EYD
Sayang sekali, ada banyak kalimat yang penulisannya tidak sesuai dengan EYD.
Sebagai seseorang yang (lumayan) teliti dengan EYD, hal tersebut membuat kenyamanan membacaku jadi berkurang.
Tapi mungkin penerbit memang sengaja tidak menyesuaikan dengan EYD, agar kesesuaiannya dengan naskah asli tidak hilang.
Kesimpulan
Menurutku, SKKDM adalah salah satu kumpulan cerpen terbaik yang pernah kubaca.
Alasannya, apalagi kalau bukan karena SKKDM mampu mengemas tema-tema “berat” dengan gaya penulisan yang ringan nan indah.
Overall, personal rating dari saya adalah 4,5/5.
Kalau kamu suka tulisan semacam ini, bisa follow media sosial-ku juga di Instagram @matermeow_
Karena di sana aku aktif berceloteh terkait buku, kegiatan menulis, produktivitas, dan masih banyak lagi.
Semoga tulisan ini bermanfaat, dan salam kenal! (´。• ω •。`)