Judul: Kumpulan Cerita Rakyat Jepang
Pengarang: Nurul Hanafi
Penerbit: Kakatua
Ulasan Buku: Kumpulan Cerita Rakyat Jepang – Siapa di sini yang masih suka baca cerita rakyat?
Kemungkinan sebagian besar dari kita pasti familiar ya dengan cerita rakyat, atau yang dalam istilah lain lebih terkenal dengan sebutan dongeng.
Itu lo yang seperti ceritanya “Si Kancil”, “Malin Kundang”, dan “Sangkuriang.”
Nah, kali ini aku mau memperkenalkan kumpulan dongeng yang tidak kalah menarik!
Adalah buku “Kumpulan Cerita Rakyat Jepang” yang ulasan lengkapnya bisa kamu baca di artikel ini.
Baca juga: Ulasan: Seribu Kunang-Kunang di Manhattan – Dian Nita Utami
Sekilas tentang Kumpulan Cerita Rakyat Jepang
Sesuai dengan judulnya, buku ini terdiri atas 18 cerita rakyat dari Jepang yang masing-masing ceritanya memiliki tema dan keunikannya sendiri.
Waktu awal baca, aku langsung yang, “Wah, cerita apa ini?! Kok bagus banget?!!” (hehe, lebay).
Iya, jadi buku ini membawakan 18 kumpulan cerita rakyat Jepang klasik, seperti “Urashima” dan “Monogusa Taro”.
Highlights Kumpulan Cerita Rakyat Jepang
1. Terjemahannya super bagus!
Serius, tidak lebay! Karena memang hal pertama yang aku notice dari buku ini adalah terjemahannya sangat bagus dan tidak kaku.
Bukan tanpa sebab, aku bilang seperti itu karena pernah punya pengalaman buruk dengan buku terjemahan lain T_T
Dan ya.. emang kurang enak untuk dibaca.
Shout out untuk Mas Nurul Hanafi yang berhasil menerjemahkan dengan tidak menghilangkan konteks asli dari kalimatnya.
Jadi kami, para pembaca tetap bisa mendapatkan “feel” dari tulisannya.
2. Menyelami suasana Jepang kuno
Seperti kebanyakan cerita rakyat lainnya, latar waktu yang ada di dalam buku ini adalah zaman kuno. Lebih tepatnya, ketika kerajaan masih memerintah Jepang.
Oleh karena itu, ada banyak deskripsi yang mengandung pengetahuan mengenai bagaimana Jepang pada masa itu.
Seperti bagaimana pola interaksi antar masyarakatnya, apa mata pencaharian yang paling dominan, mitos-mitos yang dipercaya, dan lain-lain.
3. Kaya pesan moral
Ya seperti cerita rakyat lainnya, buku ini juga kaya akan pesan moral baik yang tersirat maupun tersurat.
Salah satu yang aku ingat betul adalah pesan moral dari “Kisah Lelaki Tua yang Membuat Pohon Layu Jadi Berbunga.”
Intinya, cerita tersebut mengingatkan bahwa iri dan dengki dapat membawa diri ke jurang keterpurukan.
Selain itu, disampaikan juga bahwa setiap orang pasti akan mendapat balasan sesuai dengan kebaikan yang telah dilakukan.
4. Karakter menarik
Melalui buku ini, aku bertemu dengan banyak karakter menarik yang belum pernah kutemukan sebelumnya.
Misalnya “Taro Si Pemalas” yang seharian cuma bermalas-malasan di rumah dan tidak makan, tapi tetap bisa hidup dengan layak dan banyak yang menolong.
Terus ada juga cerita si Toshika yang bisa jatuh cinta sama lukisan.
Iya, lukisan. Walaupun pada akhirnya melalui keajaiban, lukisan tersebut berubah jadi manusia asli dan menikah dengan Toshika.
Baca juga: Ulasan: Senyum Karyamin – Dian Nita Utami
5. Keterangan ada di belakang halaman
Karena keterangannya terletak di belakang halaman, jadi lebih susah dan ribet saja untuk cari tahu istilah-istilah asing yang ada.
Dan sebenarnya lebih enak kalau pakai footnote yang ada di bawah halaman.
Jadi ketika membaca dan bertemu istilah yang tidak diketahui, bisa langsung lihat di bawah.
Kesimpulan
Overall, rating yang kuberikan adalah 3/5.
Dengan visual ciamik dan cerita yang tidak pasaran, buku ini tetap worth it untuk kamu beli.
Kalau kamu suka tulisan semacam ini, bisa follow media sosial-ku juga di Twitter @whatdianreads
Karena di sana aku aktif berceloteh terkait buku, kegiatan menulis, produktivitas, dan masih banyak lagi.
Semoga tulisan ini bermanfaat, dan salam kenal! (´。• ω •。`)