mata-yang-enak-dipandang-karya-ahmad-tohari

Ulasan Buku: Mata yang Enak Dipandang

Ulasan Buku Mata yang Enak Dipandang – Kali ini, aku kembali membaca buku kumpulan cerpen Tohari lainnya, Mata yang Enak Dipandang.

Buku yang berisi 13 cerpen ini tetap mempertahankan ciri khas tulisan Tohari, mengangkat isu-isu di keseharian “orang kecil.”

Mulai dari kemiskinan, kekerasan, prostitusi, semuanya ada.

Selama membaca, aku tidak berhenti terkagum-kagum dengan kepiawaian menulis Tohari.

Sama seperti yang telah kusebutkan di tulisan sebelumnya, nampaknya aku telah tersihir pun tertarik dengan karya-karya Tohari.

Berikut ini adalah beberapa hal menarik yang patut aku bagikan dari Mata yang Enak Dipandang.

Highlights Bacaan

1. Refleksi Permasalahan Sosial

Setelah membaca buku ini, aku jadi makin paham kalau masalah sosial tidak sesederhana yang dideskripsikan di buku-buku pelajaran.

Lebih dari dikotomi baik atau buruk, benar atau salah.

Ya, karena memang masyarakat itu kompleks.

Ada banyak sebab musabab yang melatarbelakangi mengapa seseorang mau dan/atau tega melakukan suatu hal.

Pun selain itu, yang kita anggap sebagai masalah belum tentu demikian menurut mereka.

Karena keterbatasan pengetahuan dan kentalnya anggapan, mereka masih melakukan dan menormalisasi tindakan yang tidak dibenarkan oleh sebagian orang.

Melalui buku ini, Tohari membawa banyak masalah sosial yang bisa kita refleksikan seperti kemiskinan struktural, prostitusi, kekerasan seksual, dan masih banyak lagi.

2. Lebih Dekat dengan Kehidupan Mereka

Nampaknya Tohari memang telah mengenal dengan baik kehidupan mereka, “orang kecil.”

Aku diajak untuk memahami keseharian mereka, orang-orang yang berada jauh dari gemerlap lampu kota.

Kerja banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga, mencari kebahagiaan dengan bermain layang-layang, menunggu bapak pulang agar bisa pergi ke pasar malam, dll.

Semuanya terasa dekat dan nyata.

3. Belajar Berempati

Berkaitan dengan poin sebelumnya, selain menjadi lebih dekat, aku juga kembali belajar untuk berempati dengan kehidupan mereka.

Tidak hanya memperkaya khazanah pengetahuan, buku ini juga mampu memperkaya sisi kemanusiaan.

Melalui deskripsi yang sedemikian rupa bagusnya, emosi-emosi para tokoh tersalurkan dengan baik sampai kepadaku.

Kesimpulan

Lagi-lagi, karya Tohari, termasuk yang satu ini tidak mengecewakanku.

Meski cerita-ceritanya tidak ada yang menonjol, tapi masing-masingnya memiliki porsi yang pas dan tidak berlebihan.

Cukup untuk menguras emosi dan sisi kemanusiaanku.

Oleh karena itu, bisa kusimpulkan bahwa ini adalah buku yang layak untuk kamu baca.

Kalau kamu suka tulisan semacam ini, bisa follow media sosial-ku juga di Twitter @whatdianreads 

Karena di sana aku aktif berceloteh terkait buku, kegiatan menulis, produktivitas, dan masih banyak lagi. 

Semoga tulisan ini bermanfaat, dan salam kenal! (´。• ω •。`)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *