Ulasan Buku: Senyum Karyamin

Ulasan Buku Senyum Karyamin – Beberapa hari lalu, saya tidak sengaja lihat ulasan buku Senyum Karyamin di unggahan Instagram milik teman. Katanya, “Buku ini bagus sekali! Sangat mewakilkan rakyat kecil macam kita!”

Tidak cuma sekali, tapi berkali-kali unggahan yang narasinya mirip-mirip seperti yang di atas lewat di timeline saya.

Jadi jangan heran kalau akhirnya saya tergiur dan langsung mencari buku Senyum Karyamin.

Karena tidak memiliki dana yang cukup, akhirnya saya memilih untuk membaca via digital saja.

Teman saya itu tidak bohong rupanya.

Senyum Karyamin karya Pak Ahmad Tohari ini memang bagus. Di dalamnya terkandung banyak nilai kemanusiaan dan permasalahan sosial yang sering ditemukan.

Ya, terutama yang menyangkut soal rakyat kecil.

Baca juga: Ulasan: Seribu Kunang-Kunang di Manhattan – Dian Nita Utami

Highlights Bacaan

1. Penggambaran Rakyat Kecil yang Menyentil Kemanusiaan

Seperti kalimat yang sudah-sudah, sepertinya Pak Tohari memang selalu menempatkan rakyat kecil sebagai tumpuan utama tulisannya.

Sama halnya dengan kumpulan tiga belas cerpen ini.

Karena pada masing-masing halamannya, kamu akan banyak menemukan berbagai cerita berbeda dengan satu tema besar yang sama.

Tidak hanya terpaku pada deskripsi, Pak Tohari juga menyelipkan berbagai permasalahan yang tersirat maupun tersurat di setiap ceritanya.

Salah dua yang masih saya ingat betul adalah cerita “Si Minem Beranak Bayi” dan “Wangon Jatilawang.”

“Si Minem Beranak Bayi,” sesuai dengan judulnya menceritakan seorang istri (berusia 14 tahun) yang melahirkan bayi secara prematur.

Konon katanya, ia melahirkan secara prematur akibat sang suami yang malas mengambil air ke desa seberang.

Sebuah ironi mengenai pernikahan dini yang masih sering terjadi di dalam masyarakat.

Sedangkan “Wangon Jatilawang” mengisahkan seorang laki-laki yang memiliki keterbelakangan mental bernama Sulam, yang hobi mondar-mandir di Pasar Wangon dan Jatilawang.

Dalam perjalanannya tersebut, tak jarang ia mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari masyarakat sekitar.

Misal, bajunya dibubuhi gambar dan kalimat tidak senonoh.

Beruntung, ia bertemu dengan seorang bapak baik hati yang mau merawatnya.

Sayangnya, pertemanan mereka berdua harus berakhir dengan cara yang mengenaskan.

Karena setelah pertemuan terakhir mereka, tiba-tiba saja Sulam mati terlindas truk.

Sebuah cerita pedih mengenai kehidupan seseorang yang memiliki keterbelakangan mental.

Sudahlah sering dicemooh, dikucilkan, mati mengenaskan pula.

Ya, sesuai dengan yang Pak Sapardi tuliskan di kata penutup.

“Tohari rupanya memiliki sesuatu yang penting yang harus disampaikan kepada kita; ia tidak sekadar ingin menghibur kita. Berbagai anasir dalam cerpen-cerpennya itu kadang merupakan contoh-contoh masalah dalam masyarakat kita yang ada baiknya kita pahami.”

Baca juga: Ulasan: Kumpulan Cerita Rakyat Jepang – Dian Nita Utami

2. Gaya Penulisan yang Khas

Nampaknya karena kelihaiannya, tulisan Pak Tohari tidak memerlukan waktu lama untuk dikenali.

Karena memang, ada kekhasannya tersendiri yang sulit untuk digambarkan.

Setidaknya, begitulah bagi saya pribadi.

Mulai dari pemilihan kata-kata, susunan kalimat, alur cerita, sampai penamaan tokoh yang terkesan “ndeso,” semuanya apik!

Kesimpulan

Senyum Karyamin merupakan buku yang cocok untuk dibaca apabila kamu ingin memahami bagaimana rumitnya kehidupan rakyat kecil yang mengundang tawa ironis.

Kalau kamu suka tulisan semacam ini, bisa follow media sosial-ku juga di Twitter @whatdianreads 

Karena di sana aku aktif berceloteh terkait buku, kegiatan menulis, produktivitas, dan masih banyak lagi. 

Semoga tulisan ini bermanfaat, dan salam kenal! (´。• ω •。`)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *