Diam-diam aku telah mengizinkan kau masuk untuk lebih mengenalku, hingga dalam-dalam aku cicipi rasa di hatimu yang rapuh terbalut keanggunanmu yang terkadang angkuh itu.
Pada pembicaraan kita kali ini, aku takkan melihat perbandingan usia di antara kita Karena aku sangat percaya dengan isi kepalamu yang tentunya dapat menalar dan mencerna semua kalimatku.
Kita tak perlu kembali jauh untuk mengingat saat pertama kali kita saling menyapa. Karena saat itu aku tak begitu peduli dengan dirimu.
Namun, singkat cerita kau datang padaku dengan mata di batinmu yang aku sangka senda gurau belaka.
Tapi sialnya kau membuat aku terkesan dengan ungkapanmu yang membicarakan tentang bayangan hitam besar di belakangku.
Jujur saja hingga sampai saat ini ucapanmu itu terasa agak horor.
Aku ingat kemarin kau sempat bercerita tentang hari-hari kelammu, suatu hari di mana kau harus dipaksa menjalani keadaan yang tak pernah kau harapkan.
Ketiadaan rasa keadilan membuatmu sakit di usia yang terlalu dini, dan untuk alasan itulah kau masih mengingatnya bukan?
Wajar saja jika semua manusia lahir dan mati akan membawa ingatannya masing-masing, bahkan sekalipun dalam kehidupannya ia menjadi gila.
Dirimu telah jatuh berkali-kali, lagi dan lagi kau menangis di dalam ruang rahasiamu.
Beberapa kali aku pun mendengar suara tanya lirih dari lidah-lidah jiwamu, sebuah pertanyaan yang membuat roda gigi di seisi kepalaku berputar.
Setiap kau meneteskan air mata kembali langkahku terhenti untuk sekedar menatap bening matamu yang basah. “Ada apa?” gumamku.
Sungguh hatimu itu masih rapuh, dia hanya mampu mengenang peristiwa yang menyakitkan.
Apakah kau selalu membayangkan bagaimana rasanya sebuah penolakan?
Ataukah kau hanya lupa untuk sekedar bersyukur dan memaafkan diri sendiri?
Kumohon sempatkan dirimu untuk berhenti sebentar di tengah perjalananmu yang masih temaram.
Lalu renungkanlah…
Tahukah kau bahwa daun yang gugur itu tidak akan pernah bisa membenci angin, padahal anginlah yang memisahkan sang daun dari rantingnya.
Maka berhentilah menyalahkan dirimu sendiri yang telah dilahirkan di dunia, akui saja kesalahan yang telah terjadi dan tutuplah lembaran kisah itu sebagai pelajaran.
Jadilah kau seperti daun-daun yang gugur, menerima diri sendiri dengan segala kekurangan adalah hal yang hebat bagiku.
Karena di bumi ini sudah terlalu banyak manusia yang selalu mencari kesalahan orang lain hanya untuk membenarkan diri sendiri.
Sebentar jangan kau memalingkan mukamu dahulu, duduk dan tetap bacalah aku dengan khusyuk..
Pernahkah kau mendatangi ayah dan ibumu yang tengah terlelap di tempat tidurnya, menatap dalam-dalam di wajah lelah mereka?
Sungguh kau akan menyesal bila kau telah ditinggalkan sendirian.
Sebab yang ada di kepalamu itu hanya ada kepalan tangan yang telah meruntuhkan seluruh hangatnya kasih sayang mereka, padahal sebaik-baiknya orang pasti ada kurangnya.
Begitu juga dirimu.
Cinta seorang ayah itu adalah diam tapi diamnya bukan berarti tak peduli, karena bagaimanapun caranya ia akan menjagamu dari pria-pria lain di luar sana.
Karena baginya seluruh pria di dunia ini adalah brengsek, tidak ada ayah yang ingin anak perempuannya menangis karena patah hatinya.
Kalau kau tak percaya silahkan kau tanyakan saja padanya.
Belakangan ini kau selalu disibukkan dengan asyiknya permainan di luar rumahmu, kau menikmati segala hal yang membuat hatimu berpaling.
Suatu hari nanti apabila semuanya telah terasa membaik, ukirlah sedikit senyuman di wajah manismu itu.
Bayangkan betapa sempurnanya Tuhan telah menciptakanmu dan apa yang kini kau miliki adalah anugerah yang terbaik.
Biarkan saja mulut mereka bicara apa saja tentangmu, sebab itu sudah menjadi takdir mereka yang tak mampu mengejarmu. Biarkan yang mati itu tetap mati dan yang hidup tetap hidup.
Sungguh hatimu masih rapuh, dia tengah sibuk belajar untuk mengerti makna mencintai dan dicintai.
Terkadang di saat kau sedang terluka, kau akan kembali mendekat kepada orang yang mencintai dirimu, tapi apabila telah sembuh luka di hati itu kau akan kembali kepada orang yang kau cintai.
Ingatlah kalimatku, bahwa di saat kau semakin dewasa nanti bahasa cintamu akan semakin berubah. Karena rasa sakit itu sebenarnya dapat mendewasakan kita.
Aku mengakui jika bayangan hitam besar itu memang benar ada di belakangku, sebab dulu dia pernah menyelimuti hatiku dengan penuh kebencian.
Sedangkan kali ini saat aku mencoba melihatmu, nampak betapa gelapnya hatimu ditutupi oleh bayangan besar yang sama seperti di belakangku.
Bayangan hitam itulah yang membawamu terlelap pada kebencian, rasa bersalah dan nafsu pada lelaki yang kelak akan selalu melukaimu.
Apakah aku salah?
Wanita tetaplah wanita, angkuh tapi rapuh di dalamnya.
Keangkuhan telah berhasil mengajarimu untuk berkata “tidak apa” di saat aku bertanya “ada apa?”
Keangkuhanlah yang memaksamu untuk membanggakan diri, padahal kau sedang hancur-hancurnya.
Keangkuhan telah membentukmu untuk selalu membuktikan kecantikanmu, padahal kau sedang berlangganan rasa sakit dari pria yang kau kejar.
Sungguh hatimu masih rapuh. Sekali lagi, apakah aku salah?
Akhirnya kita telah sampai pada ujung dari tulisanku, terimakasih telah membuka hatiku.
Tak mengapa waktu kita hanya sebentar, sederhananya kau adalah apa yang aku tulis dan aku hanyalah apa yang pernah kau baca.
Sebelum kita saling meninggalkan satu sama lain, berusahalah untuk berdamai dan berserah. Hingga suatu hari nanti aku akan melihatmu bersemi dari kejauhan.
Ini adalah tulisan yang aku buat dengan tergesa-gesa, semoga dapat sedikit menghangatkan malammu yang dingin, belajarlah pada banyak hal bukan hanya di sekolah saja.
In collaboration with M Yogi Tegar (@yogitegar.wicaksono) • Instagram photos and videos