Ulasan Buku: Na Willa Karya Reda Gaudiamo

Judul: Na Willa
Pengarang: Reda Gaudiamo
Ilustrasi: Cecilia Hidayat
Penerbit: Post Press

Ulasan Buku: Na Willa Karya Reda Gaudiamo – Buku anak-anak tampaknya memang memiliki daya tarik tersendiri, tak terkecuali bagi orang dewasa.

Karena siapa yang bisa menolak suguhan cerita-cerita hangat, penuh pesan moral, dan tidak menggurui tersebut.

Bagi saya, membaca buku anak-anak sama halnya dengan memberi jiwa hiburan yang berkualitas.

Katakanlah seperti Totto-Chan: Gadis Cilik di Jendela yang mengajarkan saya untuk melihat sisi lain dari pendidikan, juga empati terhadap sesama.

Oleh karena itu, sampai di umur yang sekarang saya masih menyempatkan diri untuk membaca banyak literatur anak.

Kebetulan sekali, waktu itu ada teman online yang berbaik hati memberikan rekomendasi buku anak-anak terbaik menurutnya.

Dari sekian banyak rekomendasi itu, saya langsung jatuh cinta dengan buku bersampul merah dengan gadis kecil di depannya.

Adalah Na Willa, sebuah buku yang menceritakan seorang gadis kecil bernama Willa dan teman-teman sebayanya.

Sebenarnya, tidak ada yang sangat spesial dari kehidupan Willa, hanya keseharian anak kecil yang lumrah.

Namun entah kenapa, justru dari keseharian yang lumrah tersebutlah terdapat banyak pelajaran berharga yang bisa kita, para orang dewasa, ambil hikmahnya.

Tidak hanya itu, Willa dan teman-temannya juga berhasil mengingatkan kembali betapa bahagia dan sederhananya kehidupan masa kecil dulu.

Nostalgia Bersama Na Willa

na willa

Membahas masa kecil tanpa permainan sepertinya memang kurang afdol.

Siapa yang masih ingat dulu pernah main permainan “jadul” apa saja? Gobak Sodor? Petak Umpet? Engklek?

Nah, di buku ini Willa dan teman-temannya akan menghadirkan kembali ingatan akan permainan seru nan menyenangkan tersebut.

Salah satunya seperti yang ada di gambar di atas, di mana Dul, teman Willa suka bermain layangan di pinggir rel kereta.

Wah, memang bermain layangan itu tidak pernah salah ya. Rasanya seru sekali ketika harus bersiap dan mengontrol layangan agar tidak menyangkut di tiang listrik atau pohon.

Apalagi ketika angin berhembus kencang dan layangan bisa melambung tinggi, membuat keseruan semakin bertambah.

Baca juga: Ulasan Buku: Gadis Kretek Karya Ratih Kumala – Dian Nita Utami

Parenting Ala Orang Tua Willa

Tentu ada banyak perbedaan antara pola asuh orang tua dulu dan sekarang ya, hehe.

Walaupun tidak bisa digenelarisir seperti itu, tidak menutup kemungkinan bahwa memang ada perbedaan yang kontras.

Tapi saya tidak akan membahas lebih lanjut mengenai hal tersebut.

Hanya saja, di sini Willa akan sedikit mengingatkanmu betapa seru dan menegangkannya diasuh pada masa itu.

“… tangannya menjulur ke pangkal pahaku. Di situ dia membuat cubitan kecil, memutarnya, menariknya! …”

Dari tulisan saja saya langsung bisa membayangkan bagaimana deg-degannya Willa waktu itu.

Sudah dicubit, kemudian ditarik pula! Aduh, sakit sekali pasti!

Na Willa dan Rasisme

Dulu sewaktu kecil, saya ingat betul ada candaan tidak etis dan bernada mengejek ke teman-teman Tionghoa.

Kurang lebih bunyinya seperti ini, “Cang cing cong” seolah-olah sedang menirukan bahasa Cina.

Waktu itu, saya kira itu hanya sebuah candaan internal dan tidak akan ada di daerah lain.

Nyatanya, pemikiran saya salah. Di luar sana, ada banyak tindak rasisme yang dilakukan oleh anak-anak kecil.

Sama halnya dengan yang ada di buku ini. Pada bab “Wong Cino”, Willa dan teman-temannya kembali mengingatkan kita bahwa rasisme dalam dunia anak-anak nyata adanya.

Baca juga: Ulasan Buku: Kim Ji-yeong, Lahir Tahun 1982 – Dian Nita Utami

Na Willa dan Kekerasan dalam Pendidikan

Di pertengahan bab, ada cerita mengenai betapa antusiasnya Willa ketika akan masuk sekolah.

Di pagi hari, ia sudah bersiap-siap bersama Mak. Mandi, sarapan, kemudian mengendarai sepeda menuju sekolah.

Sayangnya, keantusiasan Willa tidak disambut baik oleh Ibu Guru.

Persisnya di halaman 83, ketika Bu Guru meremehkan kemampuan menulis Willa. Baginya, apabila anak tersebut belum sekolah maka otomatis si anak juga belum bisa menulis.

Selain itu, terdapat juga cerita mengenai Willa yang langsung dijewer oleh Bu Guru karena membalas perbuatan temannya yang menarik rambut kepangnya.

Hal yang lumrah bukan? Namun sayang, Bu Guru tidak mengindahkan alasan kenapa Willa melakukan hal tersebut dan malah langsung menyalahkannya.

Dari cerita tersebut, penulis seolah-olah ingin memberitahu bagaimana potret pendidikan yang ada masa masa itu.

Walaupun, kejadian semacam itu kemungkinan masih sering terjadi di sekitar kita, di masa sekarang.

Kesimpulan

Na Willa karya Reda Gaudiamo ini merupakan buku yang asik untuk kamu baca.

Bahasanya sederhana, ilustrasinya menggemaskan, dan pesan moralnya langsung sampai ke hati.

Info tambahan, ulasan ini ditulis ulang dari unggahan medium saya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *